Indonesia, negeri yang sudah kutinggali selama 20 tahun lebih ini adalah negeri yang unik. Unik bukan karena budayanya yang bermacam-macam. Bukan juga karena keindahan alamnya. Tapi karena sifat orang-orangnya yang cenderung pemalas, arogan, tidak suka dikritik, diam dalam kebenaran, nyaman hanya di situasi yang dia sukai, dan sebagainya. Arrgghh...heran saja, apa karena Indonesia ini kaya dengan sumber daya alamnya sehingga menyebabkan negeri ini mendapat 'kutukan kekayaan', sesungguhnya kaya tapi malah miskin! Ya Allah, ampunilah kami...T_T
Bahkan karena situasi yang semacam itu di Indonesia, menyebabkan kita sulit sekali untuk yang namanya belajar disiplin waktu, belajar profesional, belajar dewasa, dan lain-lain. Wajar saja kalau Bapak Mochtar Lubis pada tahun 1997 sempat menyampaikan seperti ini:
Ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrit atau munafik. Di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Kalau ditawari sesuatu akan bilang tidak namun dalam hatinya berharap agar tawaran tadi bisa diterima. Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri lantas mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive.
Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat cepat membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”
Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat dalam tata cara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan atau istri menteri otomatis menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat memimpin. Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan.
Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan gaib. Percaya manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua untuk menyenangkan ”mereka” agar jangan memusuhi manusia, termasuk memberi sesajen. ”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde Baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan merata, insan pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya, ”Sekarang kita membikin takhayul dari berbagai wujud dunia modern. Modernisasi satu takhayul baru, juga pembangunan ekonomi. Model dari negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang baru, dengan segala mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.”
Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik yang indah.
Ciri keenam, manusia Indonesia, tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia ingin menjadi miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya dapat pangkat. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Gampang senang dan bangga pada hal-hal yang hampa.
Kita, menurut Mochtar Lubis, juga bisa kejam, mengamuk, membunuh, berkhianat, membakar, dan dengki. Sifat buruk lain adalah kita cenderung bermalas-malas akibat alam kita yang murah hati.
Selain menelanjangi yang buruk, pendiri harian Indonesia Raya itu tak lupa mengemukakan sifat yang baik. Misalnya, masih kuatnya ikatan saling tolong. Manusia Indonesia pada dasarnya berhati lembut, suka damai, punya rasa humor, serta dapat tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer serta mudah dilatih keterampilan. Selain itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra serta penyabar.
Dan terakhir ada juga yang mengatakan bangsa kita senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang.
Hmm...(sambil angguk-angguk) cocok sekali ya dengan diri kita. Bahkan kalau mungkin semua karakter di atas 100% cocok, kita akan mendapat predikat 'Indonesia Banget!'. Beliau bukan peramal, tapi memang sejatinya seperti inilah karakter kita. Lalu apakah kita diam saja dikatakan seperti itu? Jelas tidak! Mari kita buktikan bahwa itu semua tidak benar! Kita adalah bangsa yang bermartabat, bangsa yang tahu sopan santun, bangsa yang sangat menghormati pendapat orang lain, bangsa yang suka dikritik lalu cepat berbenah, serta bangsa yang pantang mengeluh, pantang menjadi beban, berjiwa sosial, suka bekerja keras, dan bertanggung jawab. Itu semua berawal dulu dari diri kita masing-masing, bukan dari lingkungan kita, bukan dari orang tua, bukan juga dari penulis! Karena disini kita sama-sama belajar, belajar untuk menjadi lebih baik, belajar untuk bermanfaat bagi orang banyak. Belajar untuk hidup dan hidup untuk belajar. Salam Pembelajar Sejati! ^_^
0 Response to "Indonesia Banget!"
Posting Komentar