Bertahan Hidup Dengan Tantangan

“Besar kecilnya seseorang itu bukan dilihat dari berat badan atau tinggi badannya, tetapi seberapa besar kontribusi seseorang untuk lingkungan sekitarnya.”

Setelah sempat vakum beberapa minggu dari mengerjakan skripsi, akhirnya minggu ini tergerak lagi hati, pikiran, dan tangan ini untuk meracik si pembuat galau mahasiswa semester akhir ini. Hmm...bagi saya, skripsi memang merupakan sebuah momok yang cukup membebani. Berkali-kali pikiran ini berusaha untuk mengubah persepsi bahwa skripsi itu bukan beban melainkan tantangan, tetapi berkali-kali pula pikiran ini terhenti pada satu pertanyaan, “Apa manfaat yang saya dapat dari mengerjakan skripsi?”. Tampaknya pertanyaan ini yang membuat saya pada akhirnya begitu malas untuk mengerjakan si 'monster kotak' ini.

Kebanyakan mahasiswa termasuk saya memang sejatinya tidak paham tujuan dari dibuatnya skripsi ini. Yah…sekedar menjadi prasyarat untuk lulus saja, sehingga proses pembuatannya pun terkadang asal-asalan, copas sana-sini, atau bahkan ada mahasiswa yang menggunakan jasa orang untuk membuatkan skripsinya. Astaghfirullah…mahasiswa macam apa kita ini. Padahal tumpuan masa depan suatu bangsa tergantung pada kondisi pemudanya saat ini.

Dosen pembimbing saya pernah mengatakan bahwa skripsi ini diharapkan mampu membuat mahasiswa untuk mengambil ilmu dan pengalaman dari apa yang sudah dibuatnya. Misalnya saya yang kuliah di pendidikan, berarti nantinya saya akan mendapatkan ilmu dan pengalaman dari model pembelajaran yang saya aplikasikan ke sekolah yang menjadi tempat penelitian saya. Syukur-syukur saya menjadi guru yang ahli menerapkan model pembelajaran yang saya jadikan sebagai topk skripsi. Tetapi, sekali lagi, umumnya skripsi itu dibuat bukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada suatu sekolah, tetapi karena hanyalah menjadi prasyarat untuk lulus kuliah. Akhirnya ya sebatas lewat saja, perkara nanti diaplikasikan saat benar-benar menjadi guru, wallahua'lam. Terbukti kan, ketika melamar pekerjaan, apakah skripsi atau tugas akhir menjadi penentu diterimanya seseorang dalam sebuah pekerjaan? Ditanyakan saat wawancara pun sepertinya tidak. Berangkat dari persepsi semacam itu, pada akhirnya menjadikan saya begitu malas untuk mengerjakan skripsi. Ditambah lagi sekarang sudah punya bisnis yang juga harus dikembangkan. Wah, semakin jarang dah memegang Microsoft Word.

Dahulu, sebelum mengambil mata kuliah skripsi, pernah membulatkan tekad ketika nanti mulai mengerjakan skripsi harus membuat skripsi yang cetar membahana badai, hahaha. Artinya skripsi yang saya buat haruslah memiliki manfaat yang besar bagi dunia pendidikan, bahkan bisa dijual kepada guru, dosen, atau pegiat pendidikan lainnya. Sehingga bukan sekedar skripsi yang akhirnya dipajang di perpustakaan jurusan dan hanya menjadi referensi adek angkatan saya nantinya. Itu opsi pertama. Sedangkan opsi kedua adalah membuat skripsi yang super duper sederhana, tanpa perlu harus keluar keringat banyak, duit banyak, serta cepat proses pembuatannya. Tapi tampaknya opsi kedua lebih sulit ketimbang opsi pertama, hehe… Karena pasti tidak ada dosen yang membiarkan mahasiswanya begitu mudahnya lulus melenggang dari universitas tanpa kerja keras dan skripsi yang berkualitas.
*kalimat terakhir tidak berlaku di universitas-universitas tertentu #ups

Seperti yang terjadi pada minggu ini nih, berniat untuk mulai semangat mengerjakan skripsi, hari Senin saya azamkan berangkat ke kampus untuk bimbingan, hoho…lumayan lah ya semangatnya. Tapi belum juga sempat bimbingan, ternyata satu dari dua dosen pembimbing saya berniat untuk mengganti judul skripsi saya. Yang semula bermodel pembelajaran SAVI menjadi model pembelajaran yang berbasis pada Android, alias mobile learning. Hwaa…proposal yang saya susun cukup lama ini ternyata tidak berguna. Walaupun tidak menyesal juga sih, karena membuatnya pun asal-asalan karena tidak ada feel and mood disitu.


Akhirnya, setelah menghadap kepada dosen pembimbing untuk meminta klarifikasi, saya cukup tertegun cukup lama. Disitu dosen pembimbing saya mengatakan bahwa, “Dulu itu skripsi saya tentang model pembelajaran dengan menggunakan video. Padahal waktu jaman segitu ya belum ada skripsi yang memakai model seperti itu. Keren kan?”. Beliau lalu menambahkan lagi, “Mas, kalau kamu bikin skripsi yang sudah biasa dibikin sama temen-temenmu itu ya tidak ada bedanya. Ketika lulus nanti tidak berkesan”.

Deg! Benar-benar galau saat itu. Di satu sisi saya ingin sekali untuk menerima tantangan dari dosen pembimbing saya, tetapi di sisi lain ada ketakutan kalau nanti bakal kesulitan dalam proses pengerjaannya. Karena memang skripsi maupun jurnal dengan model pembelajaran yang berbasis Android masih belum ada untuk saat ini. Mau mengambil referensi darimana nanti untuk sekedar membuat proposal skripsi?

Akhirnya oleh beliau saya diminta untuk menghadap ke dosen pembimbing yang satunya. Singkat cerita, esoknya saya menghadap ke dosen pembimbing yang dimaksud. Namun jawaban dari beliau justru di luar perkiraan. Saya berpikir bahwa beliau adalah dosen yang cukup senior di kampus ini, sehingga ide-ide nyeleneh dan up to date semacam Android pasti tidak ada dalam kamus beliau. Tapi ternyata dengan bijaknya beliau mengembalikan kembali keputusan pada saya, mau mengambil tantangan itu atau tidak. Tentunya dengan pesan dan nasehat dari beliau ketika saya mengambil pilihan ini dan itu akan ada konsekuensi yang harus saya tanggung sendiri. Akhirnya, tingkat kegalauan saya bertambah.

Selayaknya abege galau lainnya, saya pun tertunduk lunglai sepulang dari bimbingan. Sampai pada akhirnya, dalam sebuah renungan singkat di sela adzan dan iqomat dhuhur pada hari itu juga, saya menemukan sebuah jawaban. Yang saya yakini ini merupakan petunjuk dari Allah untuk hambaNya yang sedang diliputi galau ini. Saat itu saya baru teringat dengan tekad yang dulu sempat saya ungkapkan pada beberapa paragraf di atas. Bahwasanya saya ingin membuat skripsi yang bermanfaat bagi orang banyak dan menghasilkan pendapatan jika itu memungkinkan. Dan inilah jawaban dari tekad sekaligus doa saya itu.

Android, jelas perangkat ini mulai menjamur menjadi gadget kepercayaan sebagian orang di Indonesia. Harganya yang cukup miring dan fasilitas prima yang ditawarkan menjadi daya tarik dari perangkat robot hijau ini. Mengangkat skripsi dengan tema Android tentu akan menjadi hal yang di luar dugaan, syukur-syukur tahun depannya muncul gebrakan-gebrakan baru lagi dari skripsi adek angkatan saya. Dilihat dari prospek bisnis pun bisa jadi ini menjadi peluang untuk diangkatnya saya menjadi Duta Android Unnes, haha...yang ini mah ngaco. Tapi yang pasti, saya yakin sekali bahwa ini tantangan yang harus saya jawab kalau saya mau lulus kuliah. Hoho…maklum kalau mengerjakan skripsi yang sudah jadi proposalnya itu saya masih terjebak dalam persepsi “gila” saya.

Okelah, akhirnya saya pun memutuskan untuk mengambil tantangan ini. Dosen pembimbing saya pun meminta untuk segera menyusun proposal, observasi ke sekolah, dan belajar media penunjangnya, yaitu App Inventor, sebuah aplikasi untuk membuat software pada Android. Bismillah…semoga ini memang jalan yang sudah digariskan oleh Allah dan menjadi skenario terbaik dari skenario baik lainnya. Mungkin memang dengan tantangan-tantangan yang ada inilah saya masih bisa bertahan hidup hingga saat ini.

Chayooo… Semangat Skripsi! Yang lain ada yang mulai ngurus surat buat ujian lho, masa masih mau proposal aje, Beh. Bismillah…mohon doanya ya para pembaca Blog :D

*saat menulis ini pun sebenarnya masih ada kekhawatiran menerima tantangan itu, ah…tapi cuek saja lah dengan si pesimis, saya masih punya si optimis yang setia menemani saya kapanpun dan dimanapun, hoho

Terima Kasih untuk dua Dosen Pembimbing saya yang sangat luar biasa:
  1. Pak Suhito, yang dengan sangat bijaknya memberikan opsi pilihan kepada saya, tanpa dipengaruhi ego senioritasnya. Dengan segala pengetahuan dan pengalaman luar biasa beliau yang dengan sabar tetap mau membimbing saya. 
  2. Pak Ardhi Prabowo, yang selalu mendukung mahasiswanya yang punya kebiasaan berbeda dari mahasiswa kebanyakan (kuliah dan bekerja). Beliau yang juga sangat menyukai tantangan dan mewariskan tantangan itu kepada saya yang membuat saya semakin semangat mengerjakan skripsi. 
Pesan buat kita semua juga nih, rajin-rajinlah bertekad yang baik. Sadar atau tidak sadar sebenarnya Allah selalu memberikan jalan terbaik untuk kita tempuh. Sayangnya, banyak dari kita yang tidak sadar akan hal itu dan seringkali malah menyalahkan Yang Maha Pembuat Skenario. Ckckckck...

Dan satu pesan lagi, yakin bisa bertahan hidup tanpa tantangan? Kalau saya sih tidak ^_^

Termasuk yang satu ini nih...:D Ada yang berani?



0 Response to "Bertahan Hidup Dengan Tantangan"

Posting Komentar