"Assalamualaikum...", ucapku sambil membuka pintu rumah.
"Waalaikumsalam...", balas Bapak dan Ibu dari ruang makan.
Aku memang cukup lelah setelah seharian ini mengerjakan cukup banyak garapan desain dari klien. Ditambah lagi sore ini harus segera memproduksi beberapa kaos, MMT, kartu nama, dan stiker pesanan yang dikejar deadline. Tapi lelah yang ada tidak berselang lama setelah kudengar suara wanita teristimewa dalam kehidupanku.
"Sudah pulang, Nang? Makan malam dulu gih...", lanjut Ibu begitu melihatku selesai meletakkan ransel dan membuka jaketku.
"Iya, Bu", jawabku perlahan, "Mau cuci tangan dulu", sambil bergumam.
Setelah selesai cuci tangan, aku pun langsung mengambil piring yang terletak di samping guci ajaib (baca: magic jar). Kuambil beberapa sendok nasi putih yang terletak di dalamnya. Satu, dua, tiga sendokan. Dan seperti biasa, setelah sendokan terakhir kuambil sebagian kecil gundukan nasi yang ada di piring dengan sendok yang masih kupegang dan serta merta kujatuhkan kembali ke dalam magic jar.
Entah kenapa ini menjadi kebiasaanburukku saat mengambil nasi. Well, mungkin otakku bekerja otomatis sesuai dengan kalam Illahi dalam surat Al-A'raf ayat 31,
Entah kenapa ini menjadi kebiasaan
"...makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan."
Jika memang seperti itu, alhamdulillah berarti otak ini sudah terkondisikan :D
*mencoba husnudzon kepada diri sendiri, hehe
Sambil menekan tombol dispenser di samping meja makan, kuraih kursi yang letaknya agak jauh dari posisi semestinya. Setelah air dalam gelasku terisi penuh, kuambil segera untuk selanjutnya kuteguk perlahan dengan posisi duduk.
Belum sempat kuambil lauk untuk tempat nasi di atas piringku, Ibu bertanya padaku, "Nang, kenal sama Mas Angga enggak?"
"Mas Angga siapa ya, Bu?", ucapku sambil melihat Ibu memegang sesuatu.
Memang tadi sekilas aku melihat ada kertas tebal berbentuk persegi panjang di atas meja makan. Di atasnya tertulis "Undangan" dan ada label bertuliskan nama Ibuku dan SMP Negeri 37 Semarang, tempat di mana Ibuku mengajar sebagai guru.
Memang tadi sekilas aku melihat ada kertas tebal berbentuk persegi panjang di atas meja makan. Di atasnya tertulis "Undangan" dan ada label bertuliskan nama Ibuku dan SMP Negeri 37 Semarang, tempat di mana Ibuku mengajar sebagai guru.
"Mas Angga itu anaknya teman Ibu. Dulu sekolahnya di SMA 2 juga koq. Adik kelasnya mas Aji kalau tidak salah", jawab Ibu menimpali.
"Oh...ya ga kenal, Bu. Selisihnya kan berarti lumayan jauh ya. Sekitar 3 tahun di atasku", ucapku dengan mantap.
"Ini lho, Mas Angga itu kan kuliah di STAN. Lulus kuliah terus magang. Nah, ga lama setelah magang langsung nikah sama pacarnya. Padahal sekarang umurnya masih 23 tahun lho", kata Ibu dengan polosnya.
"23 tahun!", ucapku dalam hati.
- The End -
0 Response to "23 Tahun!"
Posting Komentar