"Dunia ini kejam ya..."
Barangkali pernyataan di atas sering terlintas dalam keseharian kita. Baik itu diucapkan oleh orang lain maupun secara tiba-tiba muncul di benak kita. Dunia yang serba abu-abu ini, memang membuat segalanya tampak bias di mata orang-orang yang tidak menggunakan hati nuraninya dalam melihat sebuah persoalan.
Ada orang yang baik dalam kesehariannya, senantiasa mendekatkan diri dengan Tuhannya, selalu berusaha menjauhi setiap larangan-Nya, eh...suatu ketika karena salah bergaul akhirnya beliau dituduh melakukan korupsi. Kalau itu terbukti sih oke-oke saja, mungkin saat itu beliau khilaf. Tapi masalahnya ini tidak terbukti, bahkan semua tuduhan yang dilayangkan pun mental di persidangan. Semoga dengan cobaan berat ini Allah meringankan hisab beliau di akhirat nanti, aamiin...
Ada juga orang yang sehari-harinya berprofesi sebagai preman, kerjaannya minta uang ke orang-orang, entahlah masih ingat sholat atau tidak, eh...ga tahunya dia ditawari jadi caleg sebuah partai. Alasannya apa? Barangkali karena dia ditakuti banyak orang, teman seprofesinya (sebagai preman) pun banyak. Akhirnya dengan uang hasil profesinya sebagai preman dia menarik simpati masyarakat dengan menghalalkan berbagai cara. Bim salabim, tiba-tiba kelakuannya pun menjadi "baik". Semoga Allah menunjukkan keburukan sebagaimana buruk semestinya, dan kebaikan sebagaimana baik semestinya, aamiin...
Dari kedua contoh di atas, mana yang terlihat baik di masyarakat? Tentu saja yang contoh nomor dua. Karena seseorang cenderung melihat dari apa yang terlihat di depan mata, tidak mau tahu latar belakang orang yang dia bela. Terlebih lagi ketika media-media busuk ikut andil dalam masalah pencitraan. Seburuk apapun seseorang bisa terlihat baik di depan layar kaca, begitupun sebaliknya, sebaik apapun seseorang bisa terlihat buruk di depan layar kaca.
Barangkali dua contoh di atas merupakan contoh ekstrem yang bisa saya pakai untuk mengubah mindset kita. Jangan sampai kita terjebak dengan omongan orang-orang yang justru suka memutarbalikkan fakta. Salah satunya adalah "menunggangi agama untuk politik". Padahal yang benar adalah menunggangi politik untuk agama.
Berikut saya kutipkan artikel yang dibuat oleh Kang @hafidz_ary yang berbicara mengenai hal tersebut.
----------------------------------------------------------------
Menunggangi agama untuk politik: agama cuma tunggangan, padahal biasanya anti terhadap nilai agama. Contohnya mendadak pake kerudung pas jadi cagub.
Mati-matian nolak UU pornografi tapi tiba-tiba pake kerudung saat jadi cagub. Agama tiba-tiba jadi simbol untuk membohongi kaum muslimin.
Menunggangi agama untuk politik itu memanfaatkan simbol-simbol agama sekedar untuk capaian politik. Contohnya mendadak pake kerudung saat jadi cagub.
Sedangkan “menunggangi politik untuk agama”: memenangkan politik untuk melarang pornografi internet, untuk mensejahterakan masyarakat, untuk melarang maksiat.
Menunggangi agama untuk politik itu biasanya mengumbar simbol-simbol Islam, ayat-ayat, dsb. untuk meraih politik.
Sedangkan mereka yang menunggangi politik untuk Islam biasanya gak gembar-gembor simbol, tapi misi-misi Islam terlaksana melalui politik.
PKS mendukung UU anti pornografi, tapi minim ngobral ayat saat berargumen di parlemen, ini namanya menunggangi politik untuk agama.
Caleg perempuan PKS pake jilbab sudah dari dulu. Jadi caleg atau bukan, jilbab sudah jadi sikap. Mereka bukan mendadak pake kerudung biar dipilih.
Yang menunggangi atau jualan agama biasanya kedepankan simbol, tapi tak satu pun misi Islam dibawa, biasanya anti Islam.
Sudah kalah di pilkada gubernur ya dicopot kerudungnya, balik lagi anti Islam. Ini namanya politisasi agama, ini namanya menjual agama.
Sedangkan mereka yang menunggangi politik untuk Islam biasanya justru minim simbol2-simbol Islam, tapi full dengan misi Islam.
Bedakan: "menunggangi agama untuk politik" dengan "menunggangi politik untuk agama", yang diserang biasanya yg kedua.
Yang biasanya dituduh "jualan agama" adalah yg "menunggangi politik untuk misi agama", karena aktivitas ini mengusik kebatilan.
Cagub yang tiba-tiba pake jualan simbol kerudung untuk suara, aman dari tuduhan jualan agama. Padahal ini yg jualan agama.
Jadi yang jualan agama justru partai-partai sekuler, biasanya anti terhadap Islam tapi mendadak jualan simbol Islam untuk dapat suara muslim.
Ada partai sekuler yang anti banget sama Islam, anti UU zakat, anti UU pornografi , tiba-tiba cagubnya pake kerudung :D
Tuduhan munafik, jualan agama lebih pas disematkan pada partai-partai sekuler yg biasanya anti agama tapi tiba-tiba pake simbol agama saat kampanye.
Tiba-tiba cagub partai sekuler menyumbang masjid, padahal biasanya anti masjid. Ini jualan agama.
Yang jualan agama sebenernya partai-partai sekuler, mereka anti agama tapi sering jualan simbol agama. Inget iklan salah satu capres sekuler :D
Si capres dari partai sekuler ini tiba-tiba fasih ceramah dan jadi selingan acara tv ini saat mendiskreditkan PKS.
(@Mrkoday: PDIP punya Baitul Muslimin, Demokrat punya Majelis Dzikir SBY. Masuk kriteria menunggangi agama untuk politik ga?)
Yup.
Penjual agama itu partai yg menolak UU jaminan produk halal, tapi cagubnya mendadak pake kerudung untuk dapat suara muslim.
Sedangkan pejuang Islam, yang gak koar-koar simbol Islam tapi perjuangkan UU jaminan produk halal.
Kalo orasi pake takbir jualan agama gak?
Kami terbiasa bertakbir, ini irama yang mengiringi gerak kami di seluruh bidang. Politik atau bukan.
PKS hari ini justru "jualan" jargon "partai tebuka", "NKRI harga mati", "demokratisasi" :D
“Presiden Turki Setujui RUU Larangan Penjualan & Iklan Alkohol”. Ini politik untuk agama apa agama untuk politik?
Sudah tahu ya bedanya penjual agama demi politik dan pejuang agama yg memanfaatkan politik?
Jangan planga-plongo denger kata-kata "PKS jualan agama", direnungkan, baca argumen pembanding, komparasi, pilah pilih. Berfikir.
Kalo terminologinya "jualan agama", harusnya cagub anti agama yang mendadak pake kerudung yang anda serang :D
Politisasi Islam berbeda dengan Islamisasi politik.
Mendadak pake kerudung saat jadi cagub padahal anti Islam, ini politisasi Islam. Mendukung UU jaminan produk halal, ini islamisasi politik.
Islamisasi politik dan politisasi Islam itu jauh berbeda niatnya apalagi hasilnya.
Yang politisasi Islam jelas akan menghadang setiap usaha islamisasi politik.
Pelaku "politisasi islam" akan berlawanan dengan pelaku "islamisasi politik".
Sangat jelas dan ekstrim bedanya antara yang menjual Islam dengan pejuang Islam.
Yang membawa kebaikan agama jadi konstitusi itu bukan jualan agama namanya, tapi pejuang agama.
----------------------------------------------------------------
Hmm...bagaimana? Sudah paham perbedaannya? Seringkali hanya karena sudut pandang kita yang terlalu sempit justru menjatuhkan kita dalam kesesatan yang begitu nyata. Naudzubillahimindzalik...
Yuk, kita sama-sama perbaiki kembali sudut pandang kita dalam berbagai hal. Termasuk salah satunya dalam bidang politik.
Warga negara yang baik memang seharusnya menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2014 nanti, alias tidak golput. Tapi orang yang baik menggunakan hak pilihnya untuk memilih caleg dan partai yang baik, alias tidak membiarkan caleg dan partai yang buruk yang menang. Karena dengan kita golput, itu sama saja diam. Diam dalam rangka membiarkan caleg dan partai yang buruk menang. Ga mau kan? Makanya pilih caleg dan partai yang baik :)
0 Response to "Memperbaiki Sudut Pandang"
Posting Komentar